Jangan Palingkan Muka Agar Tak Sakit Saat Disuntik

Secara naluriah, kebanyakan orang akan memalingkan muka untuk mengurangi rasa takut saat disuntik.

Padahal menurut penelitian, pasien justru harus memusatkan pandangannya pada bagian yang akan disuntik agar lebih sedikit merasakan sakit.

http://rol.republika.co.id/images/news/2008/11/20081124115001.jpg

Rasa sakit saat disuntik akan berkurang justru ketika pasien melihat dengan seksama bagian yang akan disuntik, bukan malah memalingkan muka.

Bahkan jika bagian itu diperjelas dengan menggunakan kaca pembesar, maka suntikan makin tidak terasa sakit.

Temuan ini terungkap dalam penelitian Prof Patrick Haggard dari University College London baru-baru ini. Dalam penelitian untuk melihat hubungan antara sensor nyeri dengan indra penglihatan tersebut, Prof Haggard dan rekan-rekannya melibatkan 18 relawan.

Ketika diminta mengamati bagian tubuh yang diberi rangsang nyeri berupa pemanas, para relawan mengalami peningkatan toleransi terhadap rasa nyeri.

Dengan melihat bagian yang dipanasi, relawan bisa menahan rasa nyeri hingga selisih 3 derajat celcius dibandingkan saat memalingkan muka.

Para peneliti juga melakukan eksperimen yang sama dengan menggunakan kaca pembesar yang ukurannya berbeda-beda.

Ternyata makin detail gambar yang bisa dihasilkan kaca pembesar (tentunya sambil diamati), makin sedikit nyeri yang dirasakan oleh para relawan.

"Biasanya orang menganjurkan pada anak-anaknya yang mau disuntik, jangan melihat jarumnya agar tidak sakit. Ternyata justru dengan terus mengamati jarum ketika menembus kulit lengan, rasanya menjadi tidak terlalu sakit," ungkap Prof Haggard seperti dikutip Telegraph.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa mata yang merupakan indra penglihatan dapat mempengaruhi persepsi otak tentang rasa sakit.

Rencananya temuan ini akan dipakai untuk mengembangkan metode baru untuk mengatasi nyeri, yakni dengan memperbaiki kemampuan melihat.

sumber : www.apakabardunia.com

Inilah Gorila Kembar Terlangka di Dunia

http://static.inilah.com/data/berita/foto/1226262.jpg

Gorila kembar telah lahir di pegunungan Rwanda. Gorila ini dianggap langka karena kembar dalam populasi gorila gunung sangat tidak biasa. Seperti apa?
Gorila kembar telah lahir di pegunungan Rwanda. Gorila ini dianggap langka karena kembar dalam populasi gorila gunung sangat tidak biasa. Seperti apa?

http://static.inilah.com/data/berita/foto/1226262.jpg

Gorila kembar ini merupakan penunggu baru Taman Nasional Gunung Berapi Rwanda dan tercatat sebagai kembar kelima yang berhasil terekam.

Saat ini, gorila gunung setidaknya berjumlah 800 ekor yang hidup di alam liar seluruh dunia, menurut LSM Gorilla Organisation yang berada di Inggris.

"Sangat jarang menemukan gorila gunung yang kembar. Keduanya adalah pejantan dan kami merasa bahagia untuk mengetahui masa depan mereka," ujar manajer program Gorilla Organisation.

Ibu gorila biasanya hanya memiliki satu bayi setiap empat tahun atau lebih. Inilah yang menjadi alasan mengapa jumlah gorila sangat sedikit dan rentan kematian.

Banyaknya Kapal Hilang di Bermuda

Misteri hilangnya beberapa kapal laut dan pesawat terbang di wilayah yang disebut "Segitiga Bermuda" kini memunculkna teori baru.


Singkirkan jauh-jauh dugaan kita tentang pesawat luar angkasa alien, anomali waktu, piramida raksasa bangsa Atlantis, atau fenomena meteorologis.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgypCRakz8EVMaE5hy7uIUfGfYU8iaOa2lGURwhrs__X-i-lGoMLIM5Mb0cz_SBBQzbfTAEtzYetLqcB73wzZDmr3-qoOP9jC3cAKFAGXGxvOqhdOCiWae1xrUj_cmHpOKcHbrGP0LI4GM/s320/bermuda+triangle2.jpg

Segitiga Bermuda adalah sebuah fenomena gas akut biasa, demikian tulis Salem-News.com. Gas alam, sama seperti gas yang dihasilkan oleh air mendidih. Terutama gas metana, adalah tersangka utama di balik hilangnya beberapa pesawat terbang dan kapal laut.

Bukti dari penemuan yang membawa sudut pandang baru terhadap misteri yang menghantui dunia selama bertahun-tahun itu tertuang dalam laporan American Journal of Physics.

Gas Metana Bermuda

Professor Joseph Monaghan meneliti hipotesis itu ditemani oleh David May di Monash University, Melbourne, Australia.

Dua hipotesis dari penelitian itu adalah balon-balon raksasa gas metana keluar dari dasar lautan yang menyebabkan sebagian besar (tidak mengatakan semua) kecelakaan misterius di lokasi itu.

Ivan T Sanderson sebenarnya telah mengidentifikasi zona-zona misterius selama tahun 1960-an. Sanderson bahkan menggambarkan sebenarnya zona-zona misterius itu lebih berbentuk seperti ketupat ketimbang segitiga.

Sanderson menemukan bahwa bukan saja Segitiga Bermuda tetapi Laut Jepang dan Laut Utara adalah dua area tempat kejadian misterius sering terjadi.

Para Oseanograf yang menjelajah di dasar laut Segitiga Bermuda dan Laut Utara, wilayah di antara Eropa daratan dan Inggris melaporkan menemukan banyak kandungan metana dan situs-situs bekas longsoran.

Berangkat dari keterkaitan itu dan data-data yang tersedia, dua peneliti itu menggambarkan apa yang terjadi jika sebuah balon metana raksasa meledak dari dasar laut.

Metana yang biasanya membeku di bawah lapisan bebatuan bawah tanah, bisa keluar dan berubah menjadi balon gas yang membesar secara geometris ketika ia bergerak ke atas. Ketika mencapai permukaan air, balon berisi gas itu akan terus membesar ke atas dan ke luar.

Ilustrasi

Teori ini berhasil diuji coba di laboratorium dan hasilnya memuaskan beberapa orang tentang penjelasan yang masuk akal seputar misteri lenyapnya pesawat-pesawat dan kapal laut yang melintas di wilayah tersebut.

Menurut Bill Dillon dari U.S Geological Survey, air bercahaya putih itulah penyebabnya. Di daerah segitiga maut Bermuda dan juga di beberapa daerah lain sepanjang tepi pesisir benua, terdapat "tambang metana".

Tambang ini terbentuk kalau gas metana menumpuk di bawah dasar laut yang tak dapat ditembusnya. Gas ini dapat lolos tiba-tiba kalau dasar laut retak.

Lolosnya tidak kepalang tangung. Dengan kekuatan yang luar biasa, tumpukan gas itu menyembur ke permukaan sambil merebus air, membentuk senyawa metana hidrat.

Air yang dilalui gas ini mendidih sampai terlihat seperti "air bercahaya putih". Blow out serupa yang pernah terjadi di laut Kaspia sudah banyak menelan anjungan pengeboran minyak sebagai korban.

Regu penyelamat yang dikerahkan tidak menemukan sisa sama sekali. Mungkin karena alat dan manusia yang menjadi korban tersedot pusaran air, dan jatuh kedalam lubang bekas retakan dasar laut, lalu tanah dan air yang semula naik ke atas tapi kemudian mengendap lagi di dasar laut, menimbun mereka semua.

Setiap kapal yang terperangkap di dalam balon gas raksasa itu akan langsung goyah dan tenggelam ke dasar lautan. Jika balon itu cukup besar dan memiliki kepadatan yang cukup, maka pesawat terbang pun bisa dihantam jatuh olehnya.

Pesawat terbang yang terjebak di balon metana raksasa, berkemungkinan mengalami keruskan mesin karena diselimuti oleh metana dan segera kehilangan daya angkatnya.

sumber:www.apakabardunia.com

up